Tuesday, March 13, 2012

Kesenian Benjang Kampung Ciborelang


Kesenian Benjang merupakan kesenian asli Jawa Barat yang berkembang di kaki gunung Manglayang. Belum diketahui siapa pencipta kesenian benjang itu sendiri, namun menurut sumber yang merupakan tokoh Benjang di kampung Ciborelang, yaitu Adang Hakim, diketahui bahwa penerus Benjang adalah Hj. Yayat. Benjang mulai diperkenalkan oleh Hj. Yayat, yang berasal dari Cibiru, sekitar tahun 1918.

Benjang merupakan seni bela diri yang memiliki ciri khas tersendiri. Kesenian benjang berbeda dengan seni bela diri pencak silat yang mana petarungnya saling berjauhan atau renggang. Sedangkan, benjang mengharuskan pemainnya bergumul atau rapat, seperti dalam gulat. Sebagaimana seni bela diri lainnya, benjang pun memiliki teknik-teknik, diantaranya: teknik dengkek (menjepit leher), teknik ngangkat (orang diangkat), dan teknik beulit (kaki lawan dibelit oleh kaki kita). Teknik beulit memiliki beberapa jenis, yaitu beulit samping, beulit dalam dan belit luar. Teknik ini berfungsi untuk menjatuhkan lawan. Adapun istilah lainnya yang terdapat di alam benjang antara lain sulikat, gebot, sabet, dan half side.

Aturan di dalam benjang mengalami perkembangan. Awalnya benjang hanya memiliki aturan yang berdasarkan pada keberanian pemain, misalnya pemain yang berbadan kecil bias melawan yang berbadan besar jika memang dia berani. Akan tetapi terdapat aturan tersirat yang berdasarkan pada hukum alam, yaitu apabila pemain berbadan besar melawan yang berbadan kecil sangatlah tidak pantas. Maka, aturan dimodernisasi demi keselamatan pemain dan kelestarian benjang itu sendiri, yaitu dengan mengelompokkan pemain sesuai dengan umur dan bobot. Meskipun aturan telah dimoderinisasi aturan lama tetap digunakan, yaitu apabila pemain sudah mendapat lawan dengan kelas yang sama, akan tetapi dia tidak berani melawannya, maka permainan pun tidak akan terjadi. Akan tetapi dalam event tidak mungkin seperti itu, maka dilakukan pengelompokan berdasarkan umur dan bobot, sehingga orang harus mau main.

Kesenian benjang merupakan kesenian yang sarat dengan makna. Mulai dari awal pertandingan yang dibuka dengan ritual pembakaran kemenyan yang bertujuan untuk meminta keselamatan dari Sang Maha Kuasa. Kemudian ditutup dengan pemain yang berjabat tangan dan berpelukkan satu dengan yang lainnya, yang menandakan sikap sportifitas. Hal tersebut sesuai dengan moto benjang, “bersih hate handap asor”, bahwa yang menang tidak sombong dengan kemenangannya dan yang kalah harus menerima kekalahannya. Ini ditunjukkan oleh adegan dimana yang kalah nangkarak (terlentang) sehingga dapat melihat bintang yang bermakna kita dalam keadaan kalah dapat tetap mengingat bintang yang merupakan ciptaan Tuhan, sehingga meskipun kita berada pada keadaan terpuruk kita tetap ingat kepada-Nya. Sedangkan, yang menang menindih yang kalah dan melihat tanah, yang bermakna kita yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah sehingga kita tidak boleh sombong karena kemenangan karena kita akan kembali kepada-Nya.

Tidak hanya permainannya saja yang sarat akan makna, alat pengiring, pemain dan arena benjang pun mengandung arti. Alat pengiring benjang antara lain rebana, gendang, terompet, dan kecrek. Rebana terdiri dari kemprang, gembrung, kempul, dan kempring. Keempat rebana tersebut memiliki ukuran yang berbeda mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil dan masing-masing menyimbolkan matahari, bulan, bintang, dan bumi. Terdapat satu buah gendang yang menyimbolkan nuansa atau irama, satu buah terompet yang menunjukan angin, dan satu buah kecrek yang menandakan hiruk pikuk. Kemudian, orang yang bertanding pun mengandung suatu makna, yaitu menunjukan keimanan kepada Tuhan dan minimal kejujuran kepada diri sendiri. Contohnya bermain tidak licik atau sportif. Selanjutnya adalah arena permainan benjang yag berbentuk bulat menyimbolkan alam semesta, yang berisikan matahari, bulan, bintang, bumi, termasuk hiruk pikuk berada di alam semesta.

Di samping sarat makna, benjang pun memiliki banyak manfaat. Manfaat yang dapat diporeleh dari benjang diantaranya adalah sebagai berikut:
•Untuk menjaga kesehatan
•Menjadikan pribadi yang rendah hati
•Menambah teman
•Menjadikan jiwa yang bertanggung jawab
•Menjadikan jiwa pemaaf
•Menumbuhkan rasa percaya diri
•Sebagai alat pertahanan diri

Karena sarat akan makna dan manfaat, benjang pun dapat bertahan. Sejak tahun 2000 hingga sekarang benjang mulai hidup kembali. Akan tetapi, terdapat kesulitan dalam melestarikan benjang. Kesulitan tersebut adalah karena sedikitnya penggemar benjang dan belum ada penggeraknya karena para pemain ahlinya kebanyakan sudah berusia tua dan pensiun dari dunia benjang sendiri, sehingga tidak ada kaderisasi. Kurangnya pengetahuan akan nilai-nilai yang terkandung di dalam benjang pun turut menjadi faktor pendorong benjang sulit diterima masyarakat.

oleh: Desti Ilmianti Saleh dan Tri Susilawati --KKN 2011 Kampung Ciborelang Desa Cinunuk--

No comments:

Post a Comment